LAPORAN PENDAHULUAN SCHIZOPHRENIA PARANOID DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN

LAPORAN PENDAHULUAN
SCHIZOPHRENIA PARANOID DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN

  1. DEFINISI
    1. Schizoprenia
Menurut Isaac schizophrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang  mempengaruhi berbagai area fungsi individu termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima, menginterpretasikan realitas, menunjukkan emosi, dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial. Schizophrenia adalah bentuk psikosa yang dijumpai sejak dulu namun pengetahuan kita tentang sebab musabah dan patogenesisnya sangat kurang.
Menurut harnawati schizophrenia adalah gangguan yang umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Schizophrenia merupakan gangguan jiwa yang berlangsung menahun, sering kambuh dan kondisi kejiwaan penderita semakin lama semakin merosot, gangguan ini terdiri dari:

  1. Schizophrenia Paranoid
Merupakan schizophrenia yang dikarakteristikkan dengan adanya kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain dengan halusinasi dan waham kejar atau waham kebesaran.
  1. Schizophrenia Katatonik
Merupakan salah satu jenis schizophrenia yang ditandai dengan regiditas otot, negativisme, kegembiraan berlebih atau posturing ( mematung). Ciri penyerta lain adalah gerakan stereotypic, manerisme, dan fleksibilitas lilin ( waxy flexibility) dan gejala yang sering dijumpai adalah mutisme.
  1. Schizophrenia Hebefrenik
Merupakan jenis schizophrenia yang ditandai dengan adanya percakapan dan perilaku yang kacau serta afek yang datar, gangguan asosiasi, pasien mempunyai sikap yang aneh , menunjukkan perilaku menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan higiene dan penampilan diri dan terjadi sebelum usia 25 tahun



  1. Schizophrenia Tak Terinci
Menurut Arif schizophrenia tak terinci merupakan sejenis schizophrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe schizophrenia tertentu. Schizophrenia tak terinci dikarakteristik dengan perilaku yang disorganisasi dan gejala- gejala psikosis yang mungkin memenuhi lebih dari satu tipe/ kelompok kriteria, klien schizophrenia tak terinci merupakan gangguan jiwa yang memenuhi kriteria umum schizophrenia tetapi tidak memenuhi kriteria untuk memenuhi kriteria residual atau depresi pasca schizophrenia. Schizophrenia tak terinci (undifferentiated) didiagnosis dengan memenuhi kriteria umum untuk diagnosa schizophrenia, tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia paranoid, hebefrenik, katatonik dan tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia tidak terinci atau depresi pasca schizophrenia
  1. Schizoaffective
Merupakan schizoaffective merujuk kepada perilaku yang berkarakteristik schizophrenia, ada tembahan indikasi kelainan alam perasaan, seperti depresi atau mania).
  1. Schizophrenia Residual
Merupakan eksentrik tetapi gejala-gejala psikosis saat perilaku diperiksa/ dirawat tidak menonjol. Menarik diri dan afek yang serasi merupakan karakteristik dari kelainan ini, pasien memiliki riwayat paling sedikit satu episode schizophrenia dengan gejala-gejala yang menonjol.

    1. Halusinasi
Halusinasi berdasarkan definisi yang dapat dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu :
    1. Halusinasi merupakan gangguan persepsi tanpa rangsangan eksternal (Igrain, 1995).
    2. Halusinasi adalah penginderaan tanpa ada rangsangan apapun pada pancaindera seorang klien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histeria. (Carpenito, 2001).
    3. Halusinasi merupakan pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada pancaindera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histeria. (Maramis, 2005).
    4. Halusinasi merupakan pengalaman pancaindera tanpa ada rangsangan atau stimulus misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan-bisikan ditelinga pada hal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu (Hawari, 2006).  

  1. ETIOLOGI
    1. Schizofrenia
faktor presipitasi dan predisposisi terjadinya schizophrenia antara lain :
      1. Faktor Predisposisi
        1. Herediter
Adanya faktor genetik dapat berisiko terjadinya penyakit schizophrenia, dimana risiko bagi masyarakat umum 1 % pada orang tua risiko schizophrenia 5 % pada saudara kandung 8 % dan anak-anak 10 %. Gambaran terakhir ini menetap walaupun anak telah dipisahkan dengan orang tua kandung sejak lahir, pada kembar monozigote 30 - 40%
        1. Pola Asuh Keluarga
Banyak penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak khususnya atas personalitas orang tua tetapi belum ada hasil.
      1. Faktor Presipitasi
        1. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa schizophrenia bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang dapat ditoleransi dalam keluarga dan masyarakat.


        1. Ekspresi Emosi Keluarga yang Berlebihan
Jika keluarga schizophrenia memperlihatkan emosi yang berlebihan seperti pasien dihina atau terlalu banyak dikekang dengan aturan- aturan yang berlebihan, maka kemungkinan kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapatkan obat neuroleptik, angka kekambuhan di rumah dengan ekspresi emosi rendah dan pasien minum obat teratur sebesar 12 % dengan ekspresi emosi rendah dan tanpa obat 42 %, ekspresik emosi tinggi dengan tanpa obat angka kekambuhan 92 %.
    1. Halusinasi
Macam-Macam Halusinasi Maramis, 2004 menjelaskan bahwa halusinasi dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu :
    1. Halusinasi Pendengaran
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungan dengan stimulus yang nyata atau lingkungan, dengan kata lain orang yang berada disekitar klien tidak mendengar suara atau bunyi yang didengar klien.
    1. Halusinasi Penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar atau tanpa adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dengan kata lain orang yang berada disekitar klien tidak melihat gambaran serta apa yang dikatakan klien.
    1. Halusinasi Penciuman
Klien mencium sutatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata, artinya orang yang berada disekitar klien tidak mencium sesuatu seperti apa yang dirasakan klien.
    1. Halusinasi Perabaan
Klien merasa seperti ada sesuatu yang merayap-rayap ditubuhnya atau kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata.
    1. Halusinasi Pengecapan
Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau atau hirup. Individu itu merasa mengecap sesuatu dimulutnya.   

  1. PATOFISIOLOGI
Prevalensi penderita schizophrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 % dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 - 45 tahun. Schizophrenia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor keluarga. Schizophrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan  bagi individu penderitanya tetapi juga bagi orang-orang terdekat. Penderita schizophrenia sering kali mengalami gejala positif dan negatif yang memerlukan penanganan serius. Penderita schizophrenia juga mengalami penurunan motivasi dalam berhubungan sosial, perilaku ini sering tampak dalam bentuk perilaku autistic dan mutisme.
Akibat adanya penurunan motivasi ini sering tampak timbulnya masalah keperawatan isolasi sosial menarik diri dan jika tidak diatasi dapat menimbulkan perubahan persepsi sensoris halusinasi. Halusinasi yang terjadi pada penderita schizophrenia tidak saja disebabkan oleh perilaku isolasi sosial tetapi juga dapat disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah. Dampak dari halusinasi yang timbul akibat schizophrenia ini sangat tergantung dari isi halusinasi. Jika isi halusinasi mengganggu, maka penderita schizophrenia akan cenderung melakukan perilaku kekeeraan sedangkan halusinasi yang isinya menyenagkan dapat mengganggu dalam berhubungan sosial dan dalam pelaksanaan aktivitas sehari-hari termasuk aktivitas perwatan diri.
Schizophrenia sering dimanifestasikan dalam bentuk waham, perilaku katatonik, adanya penurunan motivasi dalam melakukan hubungan sosial serta penurunan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Waham yang dialami pasien schizophrenia dapat berakibat pada kecemasan yang berlebihan jika isi wahamnya tidak mendapatkan perlakuan dari lingkungan sehingga berisiko menimbulkan perilaku kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Adanya perilaku katatonik, menyebabkan perasaan tidak nyaman pada diri penderita, hal ini karena kondisi katatonik ini berdampak pada hambatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Hambatan dalam aktivitas sehari-hari menyebabkan koping individu menjadi tidak efektif yang dapat berlanjut pada gangguan konsep diri harga diri rendah dan bila tidak diatasi berisiko menimbulkan perilaku kekerasan ( Ingram, 1996). Penderita dapat mengalami ambivalensi, kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas perawatan diri dan kemampuan dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Adanya ambivalensi membuat penderita menjadi kesulitan dalam pengambilan keputusan sehingga dapat berdampak pada penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita schizophrenia yang menunjukkkan adanya gejala negatif ambivalensi ini, sering kali dijumpai cara berpakaian dan berpenampilan yang tidak sesuai dengan realita seperti rambut tidak rapi, kuku panjang, badan kotor dan bau.
Prognosis untuk schizophrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan sekitar 25 % pasien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25% tidak pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk, dan sekitar 50 % berada diantaranya ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali akan waktu singkat.

  1. MANIFESTASI KLINIS
    1. Schizophrenia
tanda dan gejala faktor presipitasi dan predisposisi terjadinya schizophrenia antara lain :
  1. Gejala Positif
    1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
    2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan ( stimulus).
    3. Kekacauan Alam Pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraanya.
    4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
    5. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serbaa mampu, serba hebat dan sejenisnya.
    6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
    7. Menyimpan rasa permusuhan.
  2. Gejala Negatif
        1. Alam perasaan (affect) “ tumpul” atau “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang ridak menunjukkan ekspresi.
        2. Menarik diri atau mengasingkan diri.
        3. Kontak emosianal amat miskin, pendiam
        4. Pasif dan apatis
        5. Sulit dalam berpikir abstrak
        6. Pola pikir stereotipy
        7. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa.

    1. Halusinasi
Tanda dan gejala Halusinasi adalah sebagai berikut :
      1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
      2. Mengatakan mendengar suara-suara, melihat, mengecap, menghirup dan merasakan sesuatu yang tidak nyata.
      3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
      4. Tidak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata
      5. Tidak memusatkan perhatian dan konsenntrasi
      6. Pembicaraan kacau dan tidak masuk akal
      7. Sikap curiga dan bermusuhan
      8. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
      9. Sulit membuat keputusan, ketakutan
      10. Menolak makan
      11. Tidak dapat tidur











  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
    1. ENG
ENG merekam gerakan bola mata berdasarkan perbedaan potensial listrik antara retina dan kornea.
    1. Audiometri dan Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP)
Lesi vestibuler perifer sering memberi gejala gangguan pendengaran yang timbulnya lebih awal dari keluhan vertigo, misalnya neurinoma saraf akustikus. Dari audiogram dapat diperoleh data kuantitatif fungsi pendengaran.                                                                                 
    1. Psikiatrik


  1. PENATALAKSANAAN
    1. Medis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)

Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
    1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
    2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
    3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
    4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.
Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
    1. Risperdal (risperidone)
    2. Seroquel (quetiapine)
    3. Zyprexa (olanzopine)


Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
    1. Keperawatan
Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

Psikoterapi individu
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.


















  1. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


    1. Resiko Prilaku Kekerasan
      Tujuan: klien tidak membahayakan dirinya maupun orang lain
Intervensi :
        1. Pertahankan lingkungan dalam tingkat stimulus yang rendah
        2. Observasi secara ketat perilaku klien
        3. Singkirkan semua benda berbahaya
        4. Salurkan perilaku merusak pada kegiatan fisik
        5. Lakukan fiksasi bila diperlukan
        6. Berikan obat tranquilizer
    1. Koping individu tak efektif
Tujuan: Klien tidak menggunakan lebih banyak ketrampilan penggunaan koping adaptif
Intervensi:
        1. Usahakan petugas kesehatan tetap
        2. Hindari kontak fisik
        3. Hindari tertawa, berbisik didekat pasien
        4. Jujur dan selalu menepati janji
        5. Periksa mulut klien setelah minum obat
        6. Jangan berikan kegiatan kompetitif
        7. Motifasi untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya
        8. Sikap asertif
    1. Perubahan persepri-sensori
Tujuan: Klien tidak menggunakan lebih banyak ketrampilan penggunaan koping adaptif
Intervensi :
  1. Observasi tanda halusinasi
  2. Hindari menyentuh pasien secara tiba-tiba, yakinkan bahwa ia aman disentuh
  3. Sikap menerima dan mendorong pasien menceritakan halusinasi
  4. Jangan mendukung halusinasi
  5. Alihkan perhatian pasien dari halusinasi


    1. Perubahan proses fikir
Tujuan: Klien menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran waham
Intervensi :
      1. Tunjukkan sikap menerima keyakinan pasien tanpa sikap mendukung
      2. Tidak membantah/menyangkal keyakinan pasien
      3. Bantu pasien untuk menghubungkan keyakinan yang salah dengan peningkatan kecemasan
      4. Fokus dan kuatkan realitas
      5. Bantu dan dukung pasiend alam mengungkapkan secara verbal perasaan ansietas, takut, tak aman
















DAFTAR PUSTAKA
Arif L.S. , 2006, skizofrenia, memahami dinamika keluarga pasien, Jakarta,   
    Penerbit Refika Aditama
FKUI dan WHO, 2006, model-model praktik keperawatan profesional jiwa
    (MPKP jiwa), Jakarta FKUI
Hawari D. ,2006, pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizofrenia,
    Jakarta, balai penerbit FKUI
Ingram I.M. ,1995, catatan kuliah psikiatri (terjemahan), 6th, Jakarta, EGC
Isaac A. , 2005, panduan belajar keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik
    (terjemahan), 3th edition, Jakarta, EGC
Keliat B.A., 1994, gangguan konsep diri, Jakarta, EGC
Rasmun, 2001, keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan
    keluarga untuk perawat dan mahasiswa keperawatan, Jakarta, penerbit CV
    Sagung Seto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar